tajukonline.com – (2/12/2018) Sekelompok orang hari ini, Ahad (2/12) menggelar acara yang mereka sebut Reuni Akbar Mujahid 212 Bela Bendera Tauhid di Silang Monas, Jakarta Pusat. Beberapa kalangan melihat acara tersebut lebih bernuansa politis daripada acara keagamaan.
Bukan tanpa alasan beberapa tokoh menyebut acara tersebut sebagai konsolidasi menjelang Pilpres 2019 berbalut silaturrahmi. Salah satu capres yang akan berlaga pada Pilpres 2019 diundang sebagai tamu kehormatan dan turut berorasi pada acara yang berlangsung pagi hingga siang tersebut.
Padahal jika acara tersebut murni silaturrahmi dan reuni seharusnya mereka mengundang kedua pasang capres dan cawapres, itu baru fair namanya.
Majelis Ulama Indonesia menilai agenda reuni alumni 212 yang akan digelar di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu, 2 Desember 2018, untuk tujuan agenda politik tertentu.
“Saya khawatir kalau tujuan suci 212 itu sudah mulai bergeser untuk kepentingan politik praktis dan hanya untuk memenuhi hasrat ambisi kekuasaan pasangan calon tertentu,” ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, 1 Desember 2018.
Menurut dia, kalau hal itu terjadi maka tema utama dari reuni 212 untuk persatuan dan kesatuan umat Islam itu kontraproduktif karena justru akan membuat umat semakin terpecah belah. Karena realitas politik dalam Pilpres sekarang ini ada 2 (dua) pasangan calon yang sama-sama didukung oleh umat Islam.
Untuk itu, Zainut mengimbau kepada para pemimpin umat Islam untuk semakin dewasa dalam mengambil kebijakan agar umat tidak menjadi bingung dan terjebak pada sikap egoisme kelompok (ta’ashub) yang berlebihan dan justru dapat menimbulkan bahaya perpecahan di kalangan umat Islam dan bangsa Indonesia.
“Kita dianjurkan mendahulukan untuk mencegah kerusakan, daripada membangun kemaslahatan (darul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih). Reuni dan silaturahmi itu baik (maslahat), tetapi kerukunan, kedamaian dan persatuan umat dan bangsa itu lebih baik dan mulia” tambahnya.
Kemudian, Zainut juga tidak melihat urgensi yang serius dari acara Reuni 212. Kalau hanya sekedar reuni dan silaturahmi betapa besar energi yang harus dikeluarkan oleh umat. Sementara masih banyak pekerjaan umat yang terbengkalai dan perlu ada keseriusan kita menanganinya.
Dulu, setelah euforia 212 banyak gagasan kreatif muncul untuk memberdayakan masyarakat melalui penguatan perekonomian terutama pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Lahirnya Koperasi 212 dan berbagai warung ritel serta produk yang dilabeli angka 212, pertanyaan besar kita apakah hal itu semua sudah terwujud?” ujarnya. (arief)