Kebumen Miskin Karena Korupsi dan Bobroknya Birokrasi

Kebumen, sebuah kabupaten di tepi selatan Jawa Tengah, punya semboyan “Kebumen Beriman”, akronim dari “Bersih, Indah, Manfaat, Aman, Nyaman”. Setidaknya beberapa tahun terakhir, “Kebumen Beriman” terdengar muluk-muluk. Apa lagi kalau bukan karena bupatinya, Mohammad Yahya Fuad, terlibat kasus korupsi?
Masalahnya, Mohammad Yahya Fuad hanyalah satu dari sekian tokoh yang tersangkut korupsi. Pada 15 Oktober 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di beberapa tempat di Kebumen. Setelahnya, secara bertahap, KPK menduga ada gratifikasi dalam proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen dalam APBD-P Tahun Anggaran 2017.
Tak lama setelahnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka, mulai dari Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Kebumen Sigit Widodo, Ketua Komisi A DPRD Kebumen dari fraksi PDIP Yudhi TH, Anggota Komisi A DPRD Kebumen Dian Lestari, Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo, Direktur Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA) Grup Hartoyo, hingga pengusaha swasta bernama Basikun Suwandin Atmojo.
Hukuman kepada Sigit, Yudhi, Adi, Basikun, dan Hartoyo dijatuhkan pada 2017. Yang terakhir divonis, yakni pada September 2017, adalah Yudhi dan Adi.
Tiga bulan kemudian, Januari 2018, Fuad yang telah diduga terlibat sejak awal kasus bergulir, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK. Pada saat bersamaan, KPK juga menetapkan Direktur PT. KAK Hojin Anshori dan Komisaris PT. KAK Khayub Muhammad Lutfi sebagai tersangka.
Pada September 2018, Dian Lestari divonis 4 tahun 6 bulan penjara plus denda Rp200 juta subsidair 2 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Dian terbukti menerima uang Rp10 juta dari Direktur CV. Family Arif Ainudin dan Direktur PT. KAK Masori, Rp60 juta dari Basikun, dan Rp75 juta dari Hartoyo. Sebulan sebelumnya, Khayub menerima vonis 2 tahun penjara.
Pada Oktober 2018, giliran Fuad dan Anshori yang dijatuhi vonis. Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara plus denda Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Hakim juga mencabut hak politik Fuad selama 3 tahun terhitung setelah dia selesai menjalani hukuman.
Namun, sebelum vonis jatuh kepadanya, kesaksian Fuad mengungkap bahwa korupsi yang membelitnya juga melibatkan mereka yang duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Artinya, korupsi ini sudah sangat terstruktur melibatkan kepala daerah, DPRD, dan swasta; serta masif karena turut menyeret politikus tingkat nasional.
Pada 4 Juli 2018, Fuad menjadi saksi dalam persidangan Khayub. Saat itu, Fuad mengaku bertemu dua kali dengan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan untuk membahas Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Dua kali bertemu, di Semarang dan Jakarta,” ujar Yahya kala itu.
Kata Yahya, ada uang 5 persen yang harus diberikan apabila DAK sebesar Rp100 miliar itu cair. Fuad mengatakan sudah memberikannya kepada orang suruhan Taufik. Totalnya sebanyak Rp3,7 miliar.
KPK menetapkan Taufik, seorang politikus PAN, sebagai tersangka pada 30 Oktober 2018. Hari itu, KPK juga menetapkan status tersangka pada Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo.
Kiprah Fuad: Bisnis dan Muhammadiyah
Fuad sebenarnya lahir di Purwokerto, 15 Mei 1965. Namun, masa kecilnya dihabiskan di Gombong. Setelah lulus dari SDN 1 Selokerto, ia meneruskan pendidikan dasar di SMPN 1 Gombong dan SMAN 1 Gombong. Rustriningsih, bupati Kebumen dua periode (2000-2008), juga bersekolah di SMA yang sama. Kemudian, Rustriningsih menjadi kader PDIP yang pada Pemilihan Presiden 2014 mendukung Prabowo-Hatta.
Keberadaan Pasar Wonokriyo dan Stasiun Gombong menjadikan Gombong pusat ekonomi urban di bagian barat Kebumen.
Jarak dari gerbang “Kebumen Beriman” ke Pasar Wonokriyo berkisar 13 menit perjalanan menggunakan mobil ke arah timur. Dari Pasar Wonokriyo belok ke arah utara sekitar 750 meter, Anda akan menemukan SMAN 1 Gombong. Dari SMA itu ke arah timur sekitar 500 meter, Anda akan menemukan SMPN 1 Gombong.
Dari Gombong, Fuad merantau ke Bandung dan kelak memboyong gelar insinyur teknik sipil di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan sarjana ekonomi di Universitas Padjajaran.
Sekembalinya ke Gombong, dia mengembangkan bisnis pengembang perumahan, pabrik pupuk organik, stasiun pengisian bahan elpiji, stasiun pengisian bahan bakar umum, hingga biro travel. Pada Mei 2015, Fuad mendirikan PT. Trada, sebuah perusahaan yang akhirnya ia gunakan untuk menggasak uang rakyat. Fuad juga pernah menduduki posisi Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kebumen. Sebelum mencalonkan diri sebagai bupati pada 2015, Fuad adalah ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gombong.
Di Kebumen, Muhammadiyah mengelola sejumlah lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar, panti asuhan, hingga perguruan tinggi. Kebumen punya Sekolah Tinggi Teknik (STT) Muhammadiyah, sementara Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah didirikan di Gombong. Muhammadiyah juga mengelola dua rumah sakit, yakni PKU Muhammadiyah Sruweng dan PKU Muhammadiyah Gombong.
Ketika maju di Pemilihan Bupati (Pilbup) Kebumen 2015, Fuad berpasangan dengan Yazid Mahfudz, kiai Nahdlatul Ulama sekaligus politikus PKB. Mereka diusung PKB, PAN, Gerindra, Demokrat, dan PPP. Lima partai itu menguasai 24 dari 50 kursi DPRD Kebumen. Tim Relawan Fuad-Yazid diketuai Direktur Utama PKU Muhammadiyah Gombong Ibnu Nasser Arrochimi, yang pernah dijuluki “aktivis petarung” oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005 Achmad Syafii Maarif dalam kolomnya yang bertajuk “RS PKU Muhammadiyah Gombong yang Fenomenal”.
Kombinasi Muhammadiyah-NU itu menang telak. Fuad-Yazid meraup 51,14 persen suara, mengalahkan Khayub (orang yang kemudian menyuapnya) yang berpasangan dengan Ahmad Bahrun dan Bambang-Sunarto.
Namun, baru dua tahun menjabat bupati, Fuad sudah dicokok KPK. Fuad belum sempat mewujudkan apa yang disebutnya sebagai “visi keumatan”.
Kasus korupsi berjamaah bupati dan DPRD Kebumen hingga Anggota DPR Daerah Pemilihan Jawa Tengah VII (Kebumen, Purbalingga, Banjarnegar) yang diselimuti suap pihak swasta menunjukkan ketiadaan keberpihakan terhadap masyarakat Kebumen, khususnya mereka berkubang dalam kemiskinan.
Sejak 2010 hingga 2017, Kebumen selalu masuk lima kabupaten dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistika mendefinisikan penduduk miskin sebagai kelompok sosial dengan pengeluaran yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Di Kebumen, Garis Kemiskinan mencapai Rp292.177 pada 2015 atau Rp325.819 pada 2017.
Persentase penduduk miskin di Kebumen memang cenderung menurun. Angkanya sebesar 22,7 persen pada 2010, lalu 19,6 persen pada 2017. Namun, penurunan itu tidak istimewa. Kecenderungan menurunnya persentase penduduk miskin juga terjadi di seluruh kabupaten lain di Jawa Tengah.
Selain itu, kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan Kebumen termasuk yang tertinggi di Jawa Tengah. Indeks Kedalaman Kemiskinan Kebumen sempat turun dari 3,68 (2010) ke 2,78 (2014). Lalu, naik lagi ke 4,08 (2015) dan turun ke 3,62 (2017).
Ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin Kebumen termasuk yang tertinggi di Jawa Tengah. Ini tercermin dari Indeks Keparahan Kemiskinan Kebumen senilai 0,99 pada 2017. Angka itu mendudukkan Kebumen di posisi ketiga kabupaten/kota dengan Indeks Keparahan Kemiskinan terbesar di Jawa Tengah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *