tajukonline.com – (13/12/2018) Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, hal itu disebabkan produksi minyak kelapa sawit Indonesia, memang masih berlebih atau oversupply. Sehingga, meski laju ekspor CPO kemungkinan akan semakin terdorong dengan pembebasan pungutan, namun tidak akan mengganggu program B20.
Pemerintah memastikan, dengan adanya kebijakan pembebasan pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil/CPO yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.152/PMK.05/2018, sama sekali tidak akan mengganggu program kebijakan mandatori Biodiesel 20 persen atau B20.
“Kita oversupply, justru kebanyakan kita, kenapa jadi takut (mengganggu program B20) kalau kebanyakan. Kalau kebanyakan itu, apa-apa saja tersedia,” tegas Darmin, saat ditemui di kantornya, Jumat 7 Desember 2018.
Keraguan terkait terkendalanya pasokan CPO untuk program B20 pada dasarnya disampaikan oleh Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia atau Aprobi.
Ketua Umum Aprobi, MP Tumanggor, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu lalu, menyebutkan bahwa dengan pembebasan pungutan ekspor kelapa sawit itu bisa-bisa membuat CPO keluar negeri secara besar-besaran.
Namun begitu, Darmin membantah hal itu. Dia bahkan pesimistis bahwa kondisi saat ini CPO dengan jumlah besar benar-benar sudah siap untuk diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan domestik ke luar negeri, akan bisa benar-benar dibeli oleh pelanggan luar negeri tersebut.
“Lah, emangnya dibeli sama mereka? Kalau mereka beli dari luar, sudah beres persoalan kita dari dulu,” tuturnya.
Sebagai informasi, berdasarkam data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi CPO sepanjang Oktober 2018, diprediksi mencapai 4,51 juta ton atau naik sekitar dua persen dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 4,41 juta ton.
Naiknya produksi yang tidak terlalu signifikan dibarengi dengan ekspor yang meningkat sebesar lima persen, serta penggunaan untuk Biodiesel yang telah naik mencapai 519 ribu ton, menyebabkan stok minyak sawit Indonesia menurun menjadi sekira 4,41 juta ton.
Laporan: Arrijal Rachman