Bukan Saudi atau Rusia, Gelar “Raja Minyak” Kini Milik AS

Foto: ist

tajukonline.com – (26/12/2018)  Harga minyak jenis Brent dan light sweet (WTI) kompak amblas hingga 6% pada perdagangan sebelum libur Natal (Senin, 24 Desember 2018).

Dengan pergerakan itu, harga minyak Brent yang menjadi acuan di Eropa jatuh ke level terendah sejak Agustus 2017. Sementara itu, jenis WTI yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) juga tenggelam ke titik terendahnya sejak Juni 2017.

Bacaan Lainnya

Adapun sejak menyentuh level tertingginya dalam 4 tahun terakhir pada awal Oktober 2018 silam, harga si emas hitam sudah merosot 40% lebih.

Masalah fundamental masih menghantui harga si emas hitam. Pasokan membanjir, sementara permintaan justru diekspektasikan lesu akibat perlambatan ekonomi dunia.

Khusus terkait pasokan yang membanjir, tersangka utamanya adalah AS. Bagaimana tidak, produksi minyak mentah bulanan Negeri Paman Sam melambung ke angka 11,47 juta barel/hari pada bulan September 2018.

Angka itu mampu mengungguli produksi minyak mentah Rusia sebesar 10,96 juta barel/hari dan Arab Saudi sebesar 10,5 juta barel/hari, di periode yang sama. Kini untuk pertama kalinya sejak tahun 1973, gelar “Raja Minyak” dunia kembali ke tangan AS.

Mengutip proyeksi Departemen Energi AS (US Energy Information Administration/EIA), produksi minyak mentah AS di sepanjang tahun 2018 akan mencapai 10,88 juta barel/hari, yang merupakan rekor tertinggi di sepanjang sejarah Negeri Adidaya.

Catatan tersebut meningkat 1,53 juta barel/hari dari produksi tahun 2017 yang “hanya”sebesar 9,35 juta barel/hari, sekaligus mengukuhkan posisi AS sebagai produsen minyak mentah terbesar di dunia.

Adapun di tahun depan, produksi minyak mentah AS masih diperkirakan masih menanjak ke rata-rata 12,06 juta barel/hari.Lantas mengapa AS bisa merangsek ke posisi puncak produsen minyak mentah terbesar dunia?

Washington patut berterima kasih pada melonjaknya produksi minyak serpih (shale oildi tanah mereka. Saat bulan Desember 2018 berakhir, produksi shale oil AS diekspektasikan meningkat ke angka 8,03 juta barel/hari untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tidak sampai situ saja, produksinya masih diramal melambung ke 8,17 juta barel/hari pada Januari 2019.

Produsen minyak utama dunia seperti BP dan ExxonMobil telah berinvestasi besar-besaran pada lapangan shale oil Permian Basin di West Texas, dalam beberapa tahun terakhir. Texas memang menjadi pusat dari “meledaknya” produksi shale oil di AS.

Tak tanggung-tanggung, produksi minyak mentah Texas bahkan diprediksi nyaris mencapai 6 juta barel/hari pada 2019, mengungguli Iran dan Iran. Artinya, andaikan Texas adalah sebuah negara, produksi minyak mentahnya menjadi yang terbesar ketiga di dunia (hanya kalah dari Saudi dan Rusia).

Pada akhirnya, masifnya pengembangan teknologi pengeboran di AS (khususnya untuk formasi shale oil), telah mampu mengembalikan kejayaan Negeri Adidaya dalam urusan memproduksi si emas hitam.

“Semua ini tentang peningkatan teknologi didukung oleh besarnya modal untuk investasi, dan unggulnya keterampilan pengebor minyak Amerika,” ujar McNally, mantan pejabat sektor energi di era Presiden George W. Bush, seperti dikutip dari CNN Business pertengahan September lalu.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

 

(RHG/roy)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *