tajukonline.com – (26/12/2018) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia meminta PT Freeport Indonesia segera memenuhi kesepakatan untuk membangun smelter. Sampai saat ini perusahaan Amerika Serikat itu belum menyebut secara pasti kapan fasilitas pengolah hasil tambang itu bakal kelar dibangun.
“Walaupun Komisaris Freeport Richard Adkerson mengatakan akan membuat smelter secepatnya, tapi kan enggak jelas kapan,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Rabu, 26 Desember 2018.
Padahal, ujar dia, dengan smelter itu, Indonesia bakal meraup keuntungan. Mengingat barang tambang yang terkandung di Papua bukan hanya tembaga dan emas, melainkan juga lithium dan uranium.
Bahkan, menurut Iqbal, berdasarkan diskusi dengan anggotanya yang mengelola sebuah smelter, yaitu di PT Smelting, limbah yang dihasilkan dari pengolahan bahan tambang itu bisa dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. “Itu amoniak yang dihasilkan seratus persen bisa menjadi pupuk.”
Dari limbah hasil pengolahan dari smelter itu saja, ujar Iqbal, petani sudah bisa diuntungkan dengan harga pupuk yang lebih murah. Pasalnya, saat ini salah satu persoalan petani adalah mahalnya harga pupuk. Sehingga, dengan ada smelter anyar itu, ia memprediksi ongkos bertani bisa turun.
“Jadi itu amonia, itu baru dari PT Smelting yang kecil, hanya seperseratus smelter yang akan dibangun Freeport. Jadi segeralah bangun smelter,” kata Iqbal.
PT Inalum telah melunasi pembayaran divestasi Freeport. Dengan rampungnya transaksi akusisi saham, Freeport Indonesia kini sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produksi. Presiden Joko Widodo mengatakan syarat lain untuk mendapatkan IUPK sudah diselesaikan. “Untuk hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, dengan smelter, semuanya juga telah terselesaikan,” kata dia.
IUPK operasi produksi baru bisa didapatkan Freeport jika empat syaratnya telah dipenuhi. Syarat tersebut antara lain pelunasan transaksi divestasi 51 persen, kewajiban membangun smelter dalam lima tahun disepakati, kewajiban perubahan rezim kontrak karya ke IUPK disepakati, serta penerimaan negara harus lebih besar setelah perubahan rezim.