tajukonline.com – (29/12/2018) TSUNAMI yang melanda Banten dan Lampung Selatan, 21 Desember lalu hendaknya menjadi pembelajaran serius untuk membenahi manajemen mitigasi, tidak saja bagi instansi terkait, tetapi juga masyarakat di wilayah-wilayah lainnya.
Sejauh ini tim gabungan penanggulangan bencana masih melakukan upaya pencarian dan juga pemulihan kondisi di lokasi-lokasi yang tertimpa bencana. Diperkirakan angka korban masih bertambah, mengingat ada 154 nama yang masih dinyatakan hilang.
Sejauh ini tercatat 429 korban tewas, 1.485 luka-luka, 154 hilang dan 16.802 orang mengungsi. Korban harta benda a.l. 882 rumah, 73 hotel dan penginapan, 60 pusat kuliner, 434 perahu atau kapal nelayan, 24 mobil dan 41 sepeda motor rusak.
Tidak ada peringatan saat terjadi erupsi anak Krakatau, disusul longsoran dinding gunung berupa pasir dan krikil ke dasar Selat Sunda sehingga memicu gelombang tsunami karena BMKG memang belum memiliki alat pendeteksi dini (EWS) akibat longsoran material.
Alat pendeteksi gelombang (tide gauge) yang dioperasikan sejauh ini hanya bisa digunakan untuk mendeteksi gelombang laut atau tsunami berasal dari gempa tektonik.
Lagipula, tide gauge yang dipasang di berbagai tempat termasuk Selat Sunda selain jumlahnya tidak memadai, sebagian juga rusak, kadaluwarsa atau dicuri tangan-tangan jahil.
KBK tidak bosana-bosannya mengingatkan pentingnya aksi mitigasi gempa dilakukan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, selain posisinya sebagai ibukota – lambang negara Indonesia – Jakarta juga kota terpadat di Indonesia dengan jumlah mall atau pusat perbelanjaan terbanyak (sekitar 100) yang menjadi titik “rendezvous” publik.
Dengan luas 661 km persegi dan jumlah penduduk sepuluh juta jiwa, Jakarta bertengger di peringkat ke-19 kota di dunia yang memiliki gedung pencakar langit terbanyak, yakni 158 gedung yang sudah dibangun dan 48 bangunan lagi masih pada tahap perencanaan atau konstruksi.