tajukonline-(2/1/2019) Jakarta – Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago meminta Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon tidak asal bicara berdasarkan asumsi, persepsi dan menurut pikirannya sendiri. “Beliau harus buka indikator dan datanya.”
Saran itu disampaikannya Pangi melalui pesan teks, Rabu, 2 Januari 2018 setelah Fadli menyebut demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Pangi menjelaskan ada empat pilar yang bisa menjadi tolak ukur demokrasi suatu negara. Pertama, partai politik. Menurut Pangi, belum ada tanda partai politik di Indonesia diberangus.
Kedua, kebebasan pers di Indonesia, kata Pangi, masih baik-baik saja. “Kecuali kalau sudah mulai ada yang dibredel seperti rezim di era Orde Baru.” Indikator lainnya, pemilu saat ini berjalan baik.
Berbeda dengan jaman Orde Baru, pemilu hanya formalitas. “Intervensi penguasa sangat kuat dan jauh dari asas jujur, adil,” kata Pangi.
Indikator terakhir adalah non government organization (NGO), kelompok penekan, kelompok kepentingan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) masih tetap bisa mengontrol jalannya pemerintah. NGO, kata Pangi, masih bisa mengkritik, dan menyalurkan aspirasi. “Kecuali jika media sosial dibredel, baru lah Fadli Zon bisa menyebut demokrasi Indonesia menurun.”
Senada dengan Pangi, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mempertanyakan ukuran yang dipakai Fadli Zon saat menyatakan demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. “Mundur tidaknya tingkat demokrasi suatu negara harus dilihat dengan menggunakan ukuran yang objektif,” kata dia melalui pesan teks, Rabu,2 Januari 2019.
Dalam akun Twitter pribadinya, @fadlizon, Fadli mencuit tentang beberapa persoalan politik sepanjang 2018. “Mulai dari jaminan kebebasan berkumpul dan berserikat yang menurun, intimidasi terhadap lawan politik, hingga manajemen pemilu yang amburadul.” Fadli mencuit pada Selasa, 1 Januari 2019.
Ujang menilai, persoalan itu bisa saja dialami oleh oposisi. “Dan jika itu benar, maka bisa menjadi alat ukur demokrasi mengalami kemunduran.”
Ia membantah Fadli Zon dengan mengingatkan bahwa pemerintah mengizinkan reuni 212. “Artinya, kebebasan berserikat dan berkumpul masih ada.”