tajukonline (8/1/2019) Jakarta, Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengatakan, jika pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menang pada Pilpres 2019, maka akan lahir pemerintahan yang ahli bicara, bukan pemerintahan ahli bekerja. Pasalnya, pasangan Prabowo-Sandi dianggap sangat kuat dalam retorika selama berkampanye.
Hal iu juga berdasarkan hasil penelitian kualitatif LPI dengan mengumpulkan data primer dan sekuder sepanjang Oktober hingga Desember 2018. Analisis terhadap data menggunakan metode coding. Fokus penelitian pada partai pendukung, tim kampanye resmi, pendukung informal, isu atau narasi yang dibangun, dan strategi kampanye.
“Jika dilihat dimensi kepemimpinan politik, Prabowo-Sandi sangat kuat dalam retorika ketika kampanye, mereka berhasil membangun persepsi masyarakat secara cepat dan mengobok-obok emosi kolektif. Hal ini positif untuk memenangkan pertarungan politik tetapi negatif karena akan melahirkan pemerintahan yang ahli bicara, bukan ahli bekerja,” ujar Boni di acara diskusi bertajuk “Proyeksi Indonesia 2019-2024” di Gado-Gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (4/1).
Dikatakan, pendekatan kampanye negatif yang di dalam praktik berubah menjadi kampanye hitam merupakan petunjuk bahwa Prabowo-Sandi akan mengikat politik atas dasar keprihatinan, keresahan, kecemasan, dan kebencian pada lawan politik. Dampaknya, kata dia, jika menang, kepemimpinan yang terbentuk adalah kepemimpinan yang berbasis emosi dan pesimisme.
“Dukungan ormas garis keras, HTI, dan Keluarga Cendana merupakan indikasi kuat bahwa Prabowo-Sandi akan mendaur ulang Orde Baru dalam varian lebih buruk, karena ada perkawinan antara rezim otoriter dan prokhilafah,” kata dia.
Boni menilai, positifnya, Prabowo-Sandi bisa menjadi pemimpin yang membakar emosi rakyat dalam melawan musuh dari luar, meskipun akan cendrung mengabaikan adanya kehancuran karena kerusakan dari dalam. “Dengan kata lain, kepemimpinan yang lahir nantinya adalah kepemimpinan keras yang looking outward, namun gagal melihat ke dalam atau looking inward,” tutur dia.
Hal ini, kata Boni, berbeda dengan kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf yang lebih menekan pada aspek kerja. Menurut dia, kepemimpinan Jokowi-Maruf adalah kepemimpinan transformatif yang berorientasi pada kerja untuk menciptakan perubahan dan transformasi di segala matra.
“Strategi kampanye Jokowi-Ma’ruf yang memakai pendekatan kampanye positif mencerminkan pemerintahan Jokowi nantinya
dibangun di atas optimisme dan berpotensi membawa Indonesia pada level kemajuan yang lebih tinggi, baik di tingkat kawasan maupun dunia,” jelas dia.
Selain itu, isu kampanye yang diangkat pasangan Jokowi-Ma’ruf membentuk watak kepemimpinan yang melayani atau servant leadership. Kemudian, partai pendukung Jokowi adalah partai nasionalis yang mengusung wacana atau narasi politik kebangsaan yang berorientasi pada pembangunan integrasi sosial atas dasar empat pilar, yakni Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Hal ini akan membentuk kepemimpinan yang nasionalis dan inklusif,” ujar dia.