tajukonline (8/1/2019) Jakarta, Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi memaparkan, berita bohong atau hoaks dalam Pilpres 2019 berisi beraneka ragam informasi kedua kubu pasangan capres-cawares.
Informasi hoaks itu bisa berupa serangan, pembelaan, maupun klaim prestasi di masa lalu. Namun, menurut Burhanuddin, hoaks yang paling sering dan lama beredar biasanya terkait dengan isu personal calon presiden. “Isu personel lebih potensial membangkitkan emosi dan merugikan pemilih, karena pemilih kehilangan kesempatan berharga untuk mendapatkan informasi terkait rekam jejak kedua belah pihak,” ujar Burhanuddin dalam rilis temuan survei terbaru media sosial, hoaks, dan Pilpres 2019 di Kantor Indikator Politik Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).
Burhanuddin mengatakan, tujuan hoaks terkait isu pribadi adalah untuk mempengaruhi pemilih agar memilih capres tertentu. “Tujuan hoaks menggoyahkan “keimanan” politik pemilih agar mengalihkan dukungan ke capres lain,” kata Burhanuddin. Burhanuddin mengemukakan, dari beberapa survei terakhir pemilih tampak sudah memiliki sikap partisan. Pemilih tampak sudah memiliki preferensi tentang capres-cawapres yang mereka dukung. “Sikap partisan ini adalah dukungan kepada entah pasangan Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi,” kata Burhanuddin.
Orang yang partisan, kata Burhanuddin, terdorong untuk memperhatikan dan mempercayai informasi yang mendukung sikapnya dan sebaliknya menolak dan tidak percaya pada informasi yang bertentangan dengan sikapnya. “Umumnya mereka yang partisan cenderung ingin mendengar apa yang ingin mereka dengar, tidak mau mendengar apa yang tidak mau mereka dengar,” tutur Burhanuddin. Menurut Burhanuddin, orang yang partisan cenderung menerima hoaks secara parsial atau tidak utuh. “Kalau hoaks itu mendukung sikap partisannya dia akan setuju, kalau hoaksnya merugikan sikap partisipannya dia tidak akan setuju,” tutur Burhanuddin.