Ramai Penangkapan Hartono di Singapura karena Laporan Tomy Winata

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Hengky Widjaja.

tajukonline (8/1/2019) Pengacara Boyamin Saiman menuding Polda Bali menangkap kliennya, Hartono Karjadi, tanpa izin. Hartono yang merupakan tersangka kasus pemalsuan akta perpindahan saham PT Geria Wijaya Prestige itu ditangkap di RS Mount Elizabeth, Singapura, Jumat (4/1) lalu.

“Tak sampai di situ, sore harinya seusai menjalani pemulihan, Hartono dipaksa pergi bersama dua polisi Polda Bali tersebut ke sebuah pusat perbelanjaan di dekat RS Mount Elizabeth,” kata Boyamin dalam keterangannya, Selasa (8/1).

Bacaan Lainnya

“Orang-orang ini berusaha membawa Hartono ke Bali keesokan harinya, namun Hartono menolak,” imbuhnya.

Namun, tudingan tersebut langsung dibantah oleh Polda Bali. Kabid Humas Polda Bali Kombes Hengky menyebut, pihaknya datang ke Singapura untuk mengecek kesahihan kondisi kesehatan Hartono yang telah mangkir dua kali dari pemeriksaan dengan alasan sakit.

“Jadi, tidak ada upaya penangkapan tersangka HK di Singapura. Tapi hanya cek kebenaran, apakah tersangka HK betul-betul sakit,” tegas Hengky

Hengky menyebut, pihaknya akan melakukan penangkapan secara prosedural jika memang hendak menangkap Hartono. Apalagi, Hartono telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak September 2018 lalu.

“Polda Bali jelas-jelas tahu prosedurnya jika akan melakukan penangkapan tersangka di luar negeri,” ucap Hengky.

Ia menambahkan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan RS di Singapura untuk mengawasi kondisi kesehatan Hartono. Apabila telah membaik, ia berharap Hartono bisa segera kembali dan menyelesaikan perkaranya dengan patuh.

“Saya juga mengimbau yang bersangkutan, sebagai WNI, agar patuh hukum dan ada itikad baik untuk selesaikan perkara hukumnya di Indonesia, serta tidak membuat statement di media yang memutar balik fakta sehingga membuat masyarakat bingung,” pungkasnya.

Kasus tersebut berawal saat pengusaha Tomy Winata melalui kuasa hukumnya Desrizal Chaniago melaporkan Hartono ke Polda Bali pada 27 Februari 2018 lalu. Hartono dituding melakukan tindak pidana pemberian keterangan palsu dalam akta otentik atau penggelapan atau pencucian uang.

Dalam laporan itu, Hartono disebut telah menggadaikan sahamnya di PT GWP kepada Bank Sindikasi dan mengalihkan saham tersebut kepada adiknya, Kartini Karjadi. Pemindahan itu, dilakukan tanpa sepengetahuan Bank China Construction Bank Indonesia (CCB) selaku kreditor.

Pengusaha Tomy Winata kemudian menerima pengalihan piutang (cessie) PT GWP dari CCB pada 12 Februari 2018. Di sisi lain, keabsahan piutang yang dialihkan oleh CCB juga masih terkait dengan dugaan penggelapan sertifikat PT GWP yang masih diproses di Bareskrim Polri dalam laporan Fireworks Ventures Limited dengan dua tersangka, Priska M Cahya dan Tohir Sutanto.

Hartono, melalui kuasa hukumnya, lalu mengajukan praperadilan pada 23 Agustus 2018 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Namun, permohonan itu kemudian ditolak oleh majelis hakim pada Senin, 17 September 2018 lalu.

Setelah kalah di praperadilan, Hartono yang sudah meninggalkan Indonesia sejak 20 Agustus 2018 lalu akhirnya terlacak tengah berada di Singapura. Ia kemudian ditetapkan sebagaii DPO karena dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.

“Kami mengeluarkan DPO pada 13 September 2018 dan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan Interpol untuk menangkap tersangka di Singapura,” ujar Kasubidit I Direktorat Reskrimsus Polda Bali AKBP Agung Kanigoro Nusantoro, Rabu (19/9).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *