http://tajukonline.com – (14/1/2019) LADIES, kalau kalian menerima rentetan pesan penuh perhatian seperti itu dari pria yang baru dikenal lewat media sosial (medsos), jangan keburu GR. Justru sebaiknya hati-hati.
Sebab, jangan-jangan Anda tengah menjadi incaran kelompok penipu dan pemeras. Yang beraksi sambil rebahan di lantai kusam atau jongkok di pojokan sel penjara mereka.
Sekelompok narapidana di Lapas Jelengkong sudah mempraktikkan itu. Berawal dari rayuan maut, 89 perempuan—bahkan polisi menduga bisa sampai ratusan—tertipu. Sampai akhirnya bersedia melakukan video call tanpa busana.
“Saya diajari rayuan maut yang bisa membuat perempuan kelepek-kelepek,” kata GL, salah seorang pelaku, saat ditemui Jawa Pos di Polrestabes Bandung.
Polisi sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu: Iqbar Destevantio alias Mencos, 25; Jamjam Nurjaman alias Ijam, 30; dan Febri Andriana alias Ape, 29. Adapun GL sampai dengan kemarin masih berstatus saksi.
Tapi, apa yang dialaminya bisa menggambarkan cara kelompok napi itu bekerja dari dalam bui. “Saya baru beberapa bulan di Lapas Jelengkong. Pindahan lapas lainnya,” ujar narapidana penculikan anak itu.
Di tempat barunya tersebut, GL mengaku dipaksa Ijam, si kepala kamar untuk ikut melakukan penipuan. Dia dibekali dua handphone alias telepon seluler (ponsel). “Tapi, handphone ini hanya alat, saya diajarinnya cara mengumpulkan data identitas untuk menipu. Ini yang paling penting, identitas, sistem kerja, dan perusahaan harus sinkron,” tutur lelaki berusia 25 tahun itu.
Jadi, sebenarnya para napi itu sudah memiliki bank data profil lelaki pancinganyang ganteng dan benar-benar bekerja di lokasi yang jauh. Misalnya, di pertambangan atau pelayaran.
Kanit PPA Polrestabes Bandung Ipda Dhenia Istika Dewi menuturkan, ada empat blok di penjara Jelengkong. Per blok terdiri atas 16 kamar. Di tiap kamar ada 13 hingga 15 orang.
Dhenia menduga, dalam setiap kamar itu, 8 hingga 10 napi melakukan kegiatan yang sama. “Mereka menjadi penipu merayu perempuan,” tuturnya.
Para perempuan yang diincar, lanjut Dhenia, dipilih secara acak di medsos. Latar belakang pekerjaannya pun beragam. Ada yang lajang, ada pula yang ibu rumah tangga. Untuk menarik perhatian para korban itu, digunakanlah foto lelaki pancingan. Cara menemukan lelaki pancingan? Menurut GL, kepala kamar mengajari agar masuk berbagai komunitas di internet.
Dia pun mengikuti sekitar 20 komunitas. Di antaranya, komunitas pelaut dan pertambangan. “Saya dapat akun DD dan YF. Keduanya benar-benar kerja di pelayaran,” tuturnya.
Setelah mendapat identitas lelaki pancingan itu, dibuatlah akun media sosial dengan menggunakan nama tersebut. Kemudian dipilihkan calon korban. “Saya mendekatinya berhari-hari,” tuturnya.
Menurut GL, di selnya di Jelengkong yang diisi 13 orang itu, 10 orang melakukan hal yang sama. Mencari duit dengan menipu para perempuan di dunia maya.
Uang para korban dikirimkan ke nomor rekening yang telah disiapkan. Sebagai bukti, si napi pelaku meminta foto bukti resi transfer uang. Selanjutnya, resi itu diberikan kepada kepala kamar.
Kepala kamar bertugas mengirimkan resi itu kepada kepala blok napi dengan derajat tinggi di lapas. Kepala blok itu bekerja sama dengan orang luar, baik keluarga maupun kerabatnya untuk mengambil uang tersebut. “Hasil penipuan saya seminggu bisa mencapai Rp 30 juta,” ujarnya.
Jumlah itu merupakan rata-rata hasil penipuan satu orang napi. Namun, pernah ada rekor pendapatan napi yang sampai saat ini belum terpecahkan. Yakni, salah seorang napi yang sudah bebas berinisial R yang dalam seminggu mampu mendapat Rp 250 juta.
Namun, kendati hasil penipuannya besar, para napi tersebut ternyata hanya mendapat bagian Rp 800 ribu setiap pekan. “Saya menerima saja berapa yang diberi, yang penting di kamar bisa tenang. Tidak diganggu dan tidak dipukuli,” ujarnya.
Akibat kasus itu, Pelaksana Tugas Kalapas Jelengkong Rosidin digusur. Dia dimutasi menjadi kepala bidang keamanan, kesehatan, dan perawatan narapidana dan tahanan. Andi Mohammad Syarif dari Lapas Cirebon ditunjuk sebagai pengganti.
Kapolrestabes Bandung Kombespol Hendro Pandowo menuturkan, pengungkapan kejahatan itu tidak hanya bertujuan menghukum. Tapi, juga menyelamatkan banyak pihak.
Pertama, 89 korban perempuan yang telah ditipu. Kedua, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Sebab, dengan terkuaknya kasus itu, perbaikan bisa dilakukan.
Selanjutnya, yang diselamatkan adalah anggota masyarakat. Setidaknya bisa lebih berhati-hati. Misalnya, ketika ada pria yang baru dikenal di medsos siang malam membombardir perhatian berlebihan. Yang lantas diakhiri pertanyaan, “Sudah siap nikah, belum?”