http://tajukonline.com – (16/1/2019) Pascapengunduran diri Jim Yong Kim dari kursi Presiden Bank Dunia pekan lalu, spekulasi terkait nama-nama pengganti mulai muncul di permukaan. Nama Ivanka Trump dan Sri Mulyani Indrawati, disebut-sebut bakal menggantikan Kim yang secara resmi akan meninggalkan Bank Dunia per 1 Februari mendatang.
Selain dua nama tersebut, nama mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Nikky Hayley, turut dijagokan maju menjadi pemimpin organisasi multilateral tersebut. Selain itu juga ada nama Wakil Menteri Keuangan AS (AS) David Malpass dan Mark Green, kepala badan pembangunan internasional Amerika (USAID).
Namun nama Ivanka Trump disebut yang paling mungkin menjabat sebagai pemimpin Bank Dunia, lantaran Presiden AS, Donald Trump, ingin lembaga keuangan yang berbasis di Washington itu lebih mewakili kepentingan AS dalam menjalankan ekonomi. Masuknya nama Ivanka dalam daftar kandidat pertama kali muncul dalam pemberitaan Financial Times, pada Jumat (11/1/2019).
Ivanka merupakan putri pertama Donald Trump dengan istri pertamanya, Ivana Trump. Wanita kelahiran 37 tahun silam itu kini mewarisi jejak ayahnya sebagai pebisnis serta turut berkarir sebagai perancang busana dan bintang televisi.
Tahun 2017 lalu, Ivanka disebut terlibat dalam mendorong penciptaan dana sebesar $1 miliar AS yang didukung Arab Saudi untuk membantu perkembangan wiraswasta perempuan di seluruh dunia.
Namun spekulasi masuknya Ivanka dalam daftar kandidat langsung menuai kritik dari berbagai pihak. Selain dianggap sebagai tindakan nepotisme, Trump diyakini juga akan menurunkan kredibilitas Bank Dunia dengan agenda yang mengarah lebih kepada kepentingan AS.
“Jika seorang presiden baru, yang ditunjuk oleh Donald Trump, mencoba untuk memperkenalkan agenda konservatif yang kuat ke dalam kerja Bank Dunia, institusi tersebut akan segera kehilangan kredibilitas,” ujar mantan ekonom Asian Development Bank Institute, Peter McCawley, dilansir dari CNBC, Senin (14/1).
Sebetulnya, pengaruh kuat negeri Paman Sam dalam lembaga Bank Dunia bukan suatu rahasia. Sesuai dengan peraturan yang tidak tertulis, AS sebagai pemegang saham terbesar selalu memilih kepala Bank Dunia itu sejak dibentuk usai Perang Dunia II.
Sepanjang sejarahnya, Bank Dunia selalu dipimpin oleh seseorang yang merupakan warga negara AS. Bahkan pada 1995, Sir James Wolfensohn, yang merupakan warga negara Australia, harus dinaturalisasi menjadi warga negara AS sebelum dilantik menjadi Presiden Bank Dunia periode 1995-2005.
Sementara, meskipun lahir di Korea Selatan, Jim Yong Kim terdaftar sebagai warga negara AS. Kim menjadi pemimpin keturunan Asia pertama yang dipilih oleh Presiden Barrack Obama pada 12 Juli 2012 lalu melalui penunjukan langsung.
Pengaruh AS yang kuat inilah yang akhirnya memunculkan nama Sri Mulyani Indrawati, sebagai warga non-AS, untuk menduduki posisi tertinggi di Bank Dunia tersebut.
Pimpinan lembaga think tank The Official Monetary and Financial Institutions Forum , (OMFIF) AS, Mark Sobel, berpandangan sudah saatnya terjadi perubahan tradisi di tubuh lembaga internasional itu.
Sobel menyampaikan pendapat tersebut dalam tulisan opininya di laman OMFIF, Rabu (9/1). Ia menjelaskan, kepemimpinan orang AS di Bank Dunia dan orang Eropa di Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) yang berlangsung sejak kedua lembaga berdiri–pasca-Perang Dunia II–sebagai kesepakatan yang logis pada dekade-dekade usai perang. Sebab, negara ekonomi maju memang mendominasi ekonomi global.
Namun, ia menilai kesepakatan ini sudah waktunya dievaluasi. Apalagi, penyokong ekonomi global sudah lebih tersebar, dengan penurunan pada porsi negara ekonomi maju. Bank Dunia dan IMF juga telah menjadi lebih universal setelah kejatuhan Uni Soviet dan seiring peningkatan ekonomi Tiongkok.
“Ini adalah waktunya untuk perubahan,” tegas Sobel.
Menurut dia, bila negara-negara ekonomi berkembang (emerging market and developing countries) serius berharap adanya perubahan, maka mereka harus segera mencari kandidat yang kuat, kredibel, dan dihormati.
“Termasuk, misalnya, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati (mantan Managing Director Bank Dunia), atau mantan Menteri Keuangan Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala (juga mantan Managing Director Bank Dunia),” kata dia.
Peluang kepemimpinan oleh warga negara lain semestinya sudah terbuka. Ia pun mengutip pernyataan dari pertemuan pemimpin G20 di London, April 2009: “Kami sepakat jabatan pimpinan dan pemimpin senior lembaga keuangan internasional semestinya ditunjuk melalui proses seleksi yang terbuka, transparan dan berbasis kualitas.”
Namun, duopoli di Bank Dunia dan IMF dinilainya belum pernah secara efektif ditantang.
Situasi dilematis
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mendukung pencalonan Sri Mulyani menggantikan posisi Kim di Bank Dunia. Menurutnya, ini akan menjadi kebanggaan bagi Indonesia jika dia memang terpilih.
Dia mengakui bahwa Sri Mulyani merupakan sosok yang kompeten dalam mengurus sektor keuangan. Hal itu dapat dilihat dari kinerjanya ketika menjabat sebagai menteri keuangan RI.
“Kalau dia sampai ke situ tentu kehormatan besar sekali untuk Indonesia,” kata Luhut dikutip dari Merdeka.com.
Kendati begitu, Luhut menyadari saingan Indonesia untuk mendapatkan posisi prestise tersebut akan sangat tidak mudah. Mengingat, jabatan tersebut selalu diisi oleh utusan penyumbang dana terbesar, yakni AS.
Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), A Tony Prasetiantono, kepada Tempo.co juga menyatakan bahwa Sri Mulyani kompeten untuk menggantikan Jim Yong Kim. Namun, Tony menilai akan menjadi situasi yang dilematis karena Indonesia masih membutuhkannya.
Sri Mulyani belum secara langsung menanggapi kabar ini, tetapi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, menegaskan bahwa sang menkeu saat ini masih fokus mengurus keuangan negara.