5 Pernyataan Kontroversial JK Hingga Silang Pendapat dengan Jokowi

Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) bersama Ibu Mufidah Jusuf Kalla (kanan) dan Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi (kiri) menyaksikan siaran langsung Debat Pertama Capres & Cawapres 2019 di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis, 17 Januari

http://tajukonline.com – (18/1/2019) Wakil Presiden Jusuf Kalla tercatat mengeluarkan sejumlah pernyataan kontroversial dalam beragam kesempatan, sepanjang 2018, hingga awal 2019 ini.

Berdasarkan rangkuman VIVA yang disusun pada Rabu, 16 Januari 2019, pernyataan kontroversial itu beragam, mulai dari pernyataan bahwa dunia tidak membutuhkan pahlawan super seperti ‘Avengers’, juga silang pendapat dengan rekannya, Presiden Joko Widodo.

Bacaan Lainnya

Berikut adalah lima pernyataan JK yang cukup menimbulkan perbincangan di publik.

1. Dunia tidak butuh kekuatan ‘Avengers’

Dalam kesempatan berbicara pada sesi debat di Sidang Umum ke-73 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS), JK menyampaikan bahwa dunia tidak membutuhkan kekuatan seperti halnya tim pahlawan super Avengers.

JK berpandangan setiap anggota PBB merupakan bagian dari kekuatan kolektif yang harus bersatu di bawah naungan PBB untuk menghadapi isu-isu global.

“Dunia tidak perlu jauh-jauh mencari pahlawan super. Kita tidak membutuhkan kekuatan seperti halnya Avengers,” ujar JK, Jumat, 28 September 2018.

Pernyataan ini bertentangan dengan pernyataan Jokowi dalam World Economic Forum on ASEAN di Hanoi, Vietnam. Dalam kesempatan berbicara di forum itu, Jokowi justru menyampaikan dunia butuh kekuatan seperti Avengers untuk menghadapi tantangan global, khususnya di bidang ekonomi.

Jokowi yang juga capres petahana di Pilpres 2019 itu bahkan mengklaim dirinya merupakan salah satu anggota Avengers, serta siap diandalkan menghadapi ancaman global.

“Thanos (musuh di Avengers: Infinity War) ingin memusnahkan setengah populasi, karena ia percaya sumber daya planet Bumi terbatas,” ujar Jokowi, Rabu, 12 September 2018.

2. Berbeda pendapat dengan Jokowi soal kurikulum bencana

JK berpandangan pemerintah tidak sampai harus membuat kurikulum khusus soal bencana guna membuat masyarakat lebih siap menghadapi bencana. Sikap itu juga bertentangan dengan rencana pemerintah mengembangkan kurikulum itu, menyikapi maraknya bencana melanda wilayah-wilayah di Indonesia sepanjang 2018 hingga awal 2019.

“Soal kebencanaan itu, tidak perlu diajarkan (secara khusus),” ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 8 Januari 2019.

JK menyampaikan, hal yang lebih tepat dilakukan adalah menggiatkan simulasi-simulasi bencana seperti sering digelar di Aceh, Padang, dan Bengkulu. Ketiga daerah itu sebelumnya sempat dilanda bencana besar juga pada dekade lalu.

Malah, menurut JK, negara maju yang kerap dilanda bencana seperti Jepang juga sering menggelar simulasi supaya penduduknya siap menghadapi bencana.

“Tidak perlu lagi ada yang diajarkan. Apanya yang diajarkan? Yang diperlukan itu latihan,” ujar JK.

Di sisi lain, Jokowi justru menjadi pihak yang ingin kurikulum bencana diterapkan. Ia memastikan penyusunannya sedang dilakukan untuk segera diterapkan.

“Sudah saya perintahkan (penyusunan kurikulum bencana),” ujar Jokowi di sela-sela meninjau dampak tsunami Selat Sunda di Banten, Senin, 24 Desember 2018.

3. Protes biaya LRT Jabodebek

JK memprotes biaya pembangunan kereta ringan atau light rail transit (LRT) Jabodebek terlalu mahal. Padahal, proyek yang dikerjakan BUMN PT Adhi Karya itu merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, juga dicanangkan langsung pembangunannya oleh Jokowi sendiri pada 2015.

“Siapa konsultan yang memimpin ini, sehingga biayanya Rp500 miliar per kilometer?,” ujar JK dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 11 Januari 2019.

JK berpandangan, harga tanah yang murah di luar Jakarta seharusnya membuat LRT cukup dibangun di atas tanah, tidak melayang (elevated) seperti saat ini sudah dikerjakan. Pembangunan salah satunya jalurnya tepat di samping infrastruktur perhubungan lain, jalan tol Jakarta-Cikampek juga dianggap tidak efisien.

“Buat apa elevated kalau hanya berada di samping jalan tol? Dan biasanya light train itu tidak dibangun bersebelahan dengan jalan tol, harus terpisah,” ujar JK.

JK menegaskan, tidak cermatnya dalam perencanaan proyek yang membuat biayanya melambung juga akan membuat Adhi Karya kesulitan mengembalikan modal investasi.

“Kapan kembalinya kalau dihitung seperti itu?,” ujar JK.

4. Kritik nama kampus dibawa-bawa dalam deklarasi dukung capres

JK mengkritik penggunaan nama perguruan tinggi sebagai institusi akademik oleh sebagian kalangan yang melakukan deklarasi mendukung salah satu pasangan capres-cawapres. JK berpandangan hal itu tidak tepat karena institusi akademik, dinilai tidak tepat memiliki keterkaitan dengan dunia politik.

“Secara alumni bebas-bebas saja (mendukung salah satu capres), karena itu adalah suatu hak konstitusi masing-masing. Tapi mestinya tidak terlalu jauh mengatasnamakan universitas, agar universitas tetap berdiri independen,” ujar JK dalam Pembukaan Seminar dan Dialog Perhimpunan Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri (HIPTUNI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin, 14 Januari 2019.

Pada Sabtu, 12 Januari 2019, Gerakan Alumni UI, kalangan yang mengatasnamakan alumni Universitas Indonesia (UI), mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi. Jokowi bahkan hadir langsung ke acara yang diselenggarakan di kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan.

5. Minta golkar tak contoh Demokrat yang malu karena iklan anti-korupsi

JK yang juga tokoh senior di Partai Golongan Karya (Golkar) sempat meminta partai politik berlambang pohon beringin itu tidak mencontoh Partai Demokrat dalam beriklan di televisi.

Iklan Demokrat sekitar 10 tahun lalu, yang memperlihatkan para tokohnya menolak korupsi secara lantang, justru berbuah malu karena mereka malah terjerat korupsi.

“Jangan (buat iklan) tapi malah jadi kayak semacam kritik kepada Partai Demokrat yang dulu mengatakan anti-korupsi,” ujar JK dalam Silahturahmi Akhir Tahun Golkar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Desember 2018.

Pernyataan JK ditanggapi Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Demokrat, Jansen Sitindaon. Menurutnya, peristiwa itu harus dilihat obyektif karena selanjutnya, Demokrat menjadi parpol yang kadernya sangat sedikit ditangkap KPK karena terjerat korupsi.

“Selama empat tahun ini kader Demokrat yang paling sedikit ditangkap KPK,” ujar Jansen, Jumat, 21 Desember 2018.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *