http://tajukonline.com – (18/1/2019) Masa kampanye Pilpres 2019 telah memasuki agenda debat kandidat pasangan capres cawapres. Pada debat pertama yang kembali mempertemukan capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto, mengambil topik Penegakkan Hukum, Pemberantasan Korupsi, Hak Azasi Manusia dan Terorisme, digelar pada Kamis (17/1) malam di Hotel Bidakara Jakarta.
Berbagai komentar, pendapat dan analisa, baik dari pakar, sudut pandang, aspek maupun para netizen (warganet) turut mewarnai diskusi publik seputar debat yang dimoderatori oleh presenter kawakan, Ira Koesno dan Imam Priyono. Selain konten debat, ada aspek lain yang menarik untuk dinilai, yaitu gesture, mimik, hingga intonasi suara. Aspek ini dianggap lebih jujur dan obyektif untuk menilai kepribadian dan kepemimpinan seseorang.
Beberapa waktu lalu Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi UI mengamati perilaku calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Hasilnya terlihat karakter dan gaya pemimpinan mereka. Penelitian ini bekerja sama dengan Ikatan Psikologi Klinis Indonesia, Ikatan Psikologi Sosial Indonesia, dan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran.
Penelitian yang diberi judul “Studi Psikologi Politik tentang Kepribadian, Motivasi, serta Gaya Kepemimpinan Jokowi dan Prabowo” , kemudian disusun sebagai hasil riset ilmiah oleh Zainal Abidin, Ahmad Gimmy PS, Deri Darusman, Adi Suryo dan diterbitkan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami gambaran atau profil psikologis dua mantan Calon Presiden RI, yakni Jokowi dan Prabowo. Profil psikologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu pada tiga aspek psikologis, yakni: traits kepribadian, motivasi, dan gaya kepemimpinan. Traits kepribadian mengacu pada teori McCrae and Costa (2006), motivasi pada teori McClelland (1978), dan gaya kepemimpinan dikembangkan dari teori kepemimpinan Burns (1978) dan Bass (1990).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis, sedangkan data tentang kedua subjek (Jokowi dan Prabowo) diperoleh dari media massa, baik cetak maupun internet. Data penelitian berupa teks (isi pidato dan isi berita), bahasa verbal dan non-verbal (pada saat debat dan wawancara di televisi), serta biografi tentang kedua subjek. Metode ini (biasa disebut juga, at distance methodology) lazim digunakan dalam psikologi politik, khususnya ketika para peneliti tidak mempunyai akses langsung kepada para pemimpin politik yang menjadi subjek penelitian (Cottam, dkk, 2004; Post, 1998).
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan profil psikologis kedua tokoh tersebut. Profil kepribadian Jokowi ditandai oleh dominannya conscientiousness, dan diikuti oleh openness, agreeableness, extraversion, dan neuroticism. Motivasi yang menggerakkan perilaku politiknya ditandai oleh tingginya need for achievement, diikuti oleh power, dan affiliation. Gaya kepemimpinannya ditandai oleh dualisme kepemimpinan, yakni: kuatnya gaya transformational di masyarakat, tetapi transactional di birokrasi pemerintah.
Sebaliknya, profil kepribadian Prabowo ditandai oleh kuatnya traits extraversion, diikuti conscientiousness, openness, agreeableness, dan neuroticism. Motivasi yang menggerakkan perilaku politiknya ditandai oleh need for power, diikuti oleh achievement, dan affiliation. Gaya kepemimpinannya ditandai oleh dualisme kepemimpinan, yakni: transformational di kalangan militer (saat masih aktif di militer), tetapi transactional di dunia politik.
Penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana sang pemimpin menjalin hubungan dengan menteri-menteri di kabinet, bagaimana corak kebijakan publik dan internasional yang akan diambil, atau bagaimana ia akan menyelesaikan berbagai potensi konflik yang muncul pada masa pemerintahannya.
Penelitian ini melewati tiga rangkaian studi. Di antaranya survei ke 204 psikolog untuk menilai aspek kepribadian, analisis psikobiografi, dan analisis pidato dan wawancara kandidat di berbagai media.
Ketiga metode ini lazim disebut dengan menakar aspek kepribadian dari jauh (psychological at distance).
Berikut Hasil Penelitian untuk sosok Joko Widodo :
Jokowi, berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan. Pengalaman masa kecil tersebut menjadikan ia tumbuh menjadi sosok yang sederhana. Jokowi kurang terlihat memiliki ambisi berkuasa yang tinggi karena pada awalnya ia hanyalah seorang pengusaha mebel di Solo. Namun, setelah mendapat dukungan dari rekan-rekan sesama pengusaha, barulah ia memutuskan untuk maju sebagai Walikota Solo. Hasil survei yang telah dilakukan mendukung penilaian ini. Responden menilai Jokowi memiliki motivasi berkuasa paling kecil dibandingkan kandidat lain (M=6.36).
Jokowi juga dinilai memiliki motivasi berprestasi (M= 8.06) dan afiliasi (M=7.95) yang lebih tinggi dibandingkan kandidat lain. Hal ini berarti, Jokowi memiliki kecendrungan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik serta selalu ingin membina hubungan baik dengan orang lain. Terkait dengan kepemimpinan, Jokowi dinilai memiliki gaya kepemimpinan demokratis (N=87%).
Hasil survei juga menunjukkan bahwa Jokowi memiliki kompleksitas kognitif yang tinggi. Kompleksitas kognitif diasosiasikan dengan perilaku adaptif yang sophisticated dan lebih baik, khususnya pada situasi-situasi ambigu dan membingungkan. Jokowi memiliki rata-rata kognitif kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lain.
Ia dinilai mampu mengeluarkan ide-ide cemerlang untuk mengatasi berbagai persoalan Negara (M=7.73), mampu melihat permasalahan secara komprehensif dan menterjemahkannya menjadi kebijakan yang konkrit (M=7.79), dan mampu untuk melihat permasalahan secara komprehensif dan menterjemahkannya menjadi kebijakan yang konkrit di lapangan. Meskipun demikian, ia dinilai memiliki latar belakang pendidikan akademis yang kurang memadai dibandingkan kandidat lain (M= 7.49). Kompleksitas kognitif ini memiliki implikasi terhadap berbagai kebijakan kreatif yang dilakukan oleh Jokowi, seperti lelang jabatan lurah.
Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, Jokowi dinilai cenderung menawarkan pola hubungan yang hangat (M= 8.20), memiliki kesopanan atau kerendahan hati yang memadai saat berhubungan dengan orang lain (M= 8.36). Jokowi juga dinilai memiliki sifat suka hal-hal baru dan berbeda (M= 8.02), dan memiliki ketelitian serta kejelian saat menghadapi persoalan-persoalan (M=7.38). Secara emosional, Jokowi dinilai lebih stabil dibandingkan dengan kandidat lain (M= 7.67). Dilain pihak, Jokowi terkesan lemah dan mudah percaya pada orang lain dibandingkan kandidat lain (M= 6.99). Namun, beberapa responden justru menilai karakteristik Jokowi yang menonjol adalah tegas dalam mengambil keputusan.
Dalam mengambil keputusan, Jokowi diprediksi oleh sebagian besar responden akan lebih mau mendengar pendapat orang lain daripada memaksakan pendapatnya sendiri (N=66%) dan lebih mau mendengar pendapat menteri-menteri di kabinet daripada orang-orang dekatnya saat mengambil keputusan terkait kebijakan-kebijakan negara (N= 64%). Beberapa prediksi kondisi psikologis saat menghadapi persoalan yang dapat dipotret adalah Jokowi akan mampu bekerja dibawah tekanan saat menghadapi masalah berat dan kompleks (M= 7.56) serta dapat terhindar dari kelelahan fisik dan mental ketika sudah menjabat (M= 4.64).
Hasil penelitianLaboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi UI tersebut, kembali dirilis oleh J Kristiadi dan dimuat pada harian Kompas hari ini, 17 Januari 2019.
1. Motivasi berkuasa : Jkw 6,36 – Pbw 8,64.
2. Ide cemerlang solusi masalah bangsa : Jkw 7,73 – Pbw 6,66
3. Kejelian & kreativitas menyelesaiakan masalah pelik bangsa : Jkw 7,61 – Pbw 6,20.
4. Aspek agreeableness(kesesuaian, kesopanan, kerendah-hatian) : Jkw 8,36 – Pbw 5,23
5. Keteletian & kejelian hadapi persoalan : Jkw 7,38 – Pbw 5,95
6. Dimensi stabilitas emosi, ketenangan dlm m’hadapi masalah berat : Jkw 7,67 – Pbw 5,16
7. Dimensi prediksi & kondisi psikologis ke depan seperti kempampuan bekerja dalam tekanan persoalan berat/kompleks : Jkw 7,67 – Pbw 5,16
8. Kemungkinan melakukan skandal politik : Jkw 4,46 – Pbw 6,74
9. Mendukung pemberantasan korupsi : Jkw 76% – Pbw 46%
10. Membela atau tidak membela kepentingan minoritas : Jkw 78 % – Pbw 37%
11. Ketidak-mampuan menyesuaikan diri pada keadaan tidak wajar ( maladaptive ) seperti takut, curiga, dan sejenisnya :
Jkw 4,19 – Pbw 6,51
12. Kemungkinan mengalami burnout (kelelahan fisik, emosional dan mental setelah pemilihan) : Jkw 4,64 – Pbw 6,15.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab keingintahuan masyarakat tentang sosok capres dan cawapres yang akan mereka pilih sehingga mereka dapat mengambil keputusan secara obyektif dan berdasarkan informasi yang lengkap serta ilmiah.
Salam Redaksi