http://tajukonline.com – (17/1/2819) Kasatgas Nusantara, Irjen Pol Dr Gatot Eddy Pramono, MSi mengatakan, gelaran Pemilu 2019 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Sebab, Pilpres maupun Pileg digelar serentak sehingga berpotensi kerawanan.
Kerawanan muncul karena bukan sekadar “pertarungan” antar caleg, namun partai politik akan berusaha keras meraih suara nasional 4 persen agar lolos ke Senayan. Pun Pilpres, pasangan calon dan pendukungnya akan berjuang mati-matian.
Belum lagi ketika strategi politik yang digaungkan politik identitas, SARA, hoaks, ujaran kebencian, kampanye hitam dan negatif. Ditambah pemanfaatan isu lainnya yang dapat memecah belah bangsa.
“Ini semua akan memunculkan potensi konflik sosial jika kita tidak ikut mewaspadai secara bersama-sama. Pemilu 2019 harus jadi momentum konsolidasi demokrasi, bukan konsolidasi anarki,” ujar Gatot di depan 700 mahasiswa saat memberikan kuliah umum di Universitas Djuanda Bogor, Kamis (17/1/2019).
Jenderal polisi bintang dua yang saat ini menjabat sebagai Asrena Kapolri ini menambahkan, ancaman lainnya bagi NKRI adalah ketika Pemilu ditumpangi agenda yang bertentangan dengan Pancasila. Contohnya seperti agenda khilafah dan infiltrasi asing.
Kemajuan zaman, terutama penggunaan internet terus mengalami peningkatan. Berdasarkan survei Assosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJJI) pada 2017 ada 143,26 juta jiwa, meningkat drastis dari 2016, yang hanya 132 juta jiwa.
Menurut Gatot, artinya ada peningkatan sebanyak 10,56 juta jiwa pengguna internet. Lebih dari 83 persen pengguna internet berusia 19 tahun ke atas. Tingginya penggunaan internet ini dapat pula disalahgunakan.
Mengutip survei Daring Maste 2017 yang diikuti 1.116 responden menunjukkan aplikasi kemunikasi situs menjadi saluran tertinggi penyebaran hoaks. Baik itu dalam bentuk tulisan, gambar dan video.
Polri, tegas Gatot, tak menutup mata atas menjamurnya hoaks. Polri terus memerangi hoaks, bahkan hingga akhir Desember 2018 konten hoaks yang diselidiki sebanyak 3.884, lebih dari separuh laporan hoaks. Sementara akun anonymous lebih dari 100 persen pada 2017.
“10 persen di antaranya telah disidik, selebihnya dalam proses pemblokiran, monitoring dan pendalaman,” katanya saat menyampaikan materi bertajuk “Peran Pemuda dan mahasiswa dalam Menangkal Hoaks Demi Terciptanya Kenyamanan dan Kesejukan Pilpres 2019”.
Melihat kerawanan itu, mantan Wakapolda Sulsel ini mengajak mahasiswa dan pemuda cerdas dalam menggunakan media sosial, terutama dalam menyebarkan dan menerima informasi. Bila perlu menjadi garda terdepan mewujudkan demokrasi yang berkualitas, menjaga stabilitas saat atau pasca-Pemilu 2019.
Mahasiswa dan pemuda harus menjadi bagian dari colling system guna meminimalisir terjadinya konflik sosial. Selain itu, ikut menciptakan suasana kesejukan, terlibat aktif dalam memerangi hoaks dan hate speech serta menjadi agent of change dalam pembangunan bangsa.
“Jangan ragu untuk menggunakan fitur “report abuse atau report content” ketika menemukan informasi yang tidak benar, berpotensi menimbulkan konflik di medsos,” katanya.
Kuliah umum yang dihadiri Kasatgas Nusantara terselenggara karena kerjasama Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Djuanda Bogor dengan Dewan Pimpinan Pusat Pekumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK). Selain kuliah umum, para mahasiswa dan pengurus BEM juga membacakan ikrar deklarasi untuk mendukung Pemilu 2019 Aman, Damai dan Sejuk, tanpa hoaks dan ujaran kebencian. (arief tajuk)