http://tajukonline.com – Ketukan palu Ferial Sofian saat memimpin rapat badan anggaran DPRD, 14 September lalu, bikin geram fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Muasalnya, Wakil Ketua DPRD fraksi Demokrat itu membatalkan usulan penambahan sejumlah anggaran yang diajukan oleh Dinas Sumber Daya Air dalam APBD-Perubahan 2018.
Puncaknya, para politikus dari PDIP melakukan aksi walk out, yang dikompori oleh Gembong Warsono, ketua fraksi PDIP. Aksi itu sebagai bentuk protes Gembong dan koleganya karena rapat tersebut menolak penambahan anggaran untuk waduk dan sarana-prasarana sungai. Apalagi ayunan palu Ferial dilakukan sebelum seluruh anggota sepakat.
“Makin enggak jelas ini rapat,” kata ketua fraksi PDIP itu sambil mengeluyur keluar bersama rekan-rekannya.
Tapi, pendapat itu dimentahkan oleh Ferial setelah Sekretaris DKI Jakarta Saefullah mengakui ada kesalahan dalam perencanaan anggaran. Jika tidak ditangguhkan, tambah Ferial, anggaran berpotensi tak terserap karena gagal lelang dan dobel penganggaran di beberapa program.
Berbeda dari fraksi PDIP, para anggota fraksi lain sepakat pencoretan anggaran. Ida Mahmudah, yang bersikukuh dengan pendapatnya, menyambar mikrofon. “Izin pimpinan. Menurut saya rapat ini tidak fair. Saya keluar dari ruangan,” tukasnya.
Rapat Banggar hari itu ditutup dengan kegagalan penambahan anggaran di Dinas SDA sebesar Rp120 miliar di APBD-Perubahan 2018.
Tak Bisa Pertahankan Program Anies Di Hadapan Dewan
Usai rapat itu, Sekretaris Dinas SDA Oo Rodiah mengakui penambahan anggaran yang ditolak oleh dewan memang tak disertai perencanaan yang matang.
Untuk pembangunan prasarana aliran sungai/kali Barat, Tengah, dan Timur, misalnya, kekurangan anggaran baru diketahui setelah APBD 2018 ditetapkan. Saat proses perencanaan dan pembahasan anggaran, hal-hal itu tidak dibahas dan dimasukkan dalam komponen perubahan.
“Kekurangan anggaran itu terkait program gubernur untuk naturalisasi. Kita butuh tambahan untuk pengadaan tanaman. Karena kami, kan, harus menghijaukan dan mengembalikan lagi seperti di awal,” ungkap Rodiah.
Namun, setelah penambahan anggaran diusulkan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah gagal mempertahankan argumen agar program itu tetap diloloskan. Padahal, program yang diusulkan untuk mendapat penambahan adalah salah satu program strategis daerah: pengendalian banjir melalui naturalisasi sungai, pembangunan waduk/situ/embung, dan tanggul pantai.
Satu program strategis ini ditangani oleh tiga tim. Pembangunan waduk dan naturalisasi sungai dikawal oleh Tim Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang dikomandoi oleh Amin Subekti. Salah satu tugas tim ini melakukan pemantauan program prioritas gubernur, dari perencanaan hingga penganggaran.
Kedua, Tim Koordinasi Pembangunan Strategis Daerah yang diketuai oleh Saefullah. Tim ini harus memastikan program-program strategis daerah berjalan cepat, efektif, optimal, tepat waktu, dan tepat kualitas.
Terakhir, Tim Tindak Lanjut Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, yang di dalamnya ada kelompok kerja penganggaran dan keuangan, yang dipimpin oleh Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelola Keuangan Daerah.
Gembong Warsono dari fraksi PDIP menilai apa yang dilakukan para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)—yang melaksanakan fungsi pemerintahan Anies Baswedan di DKI Jakarta—membuktikan bahwa tim yang dibentuk Anies selama ini tak punya peran signifikan.
Mereka terbukti tak bisa mengantisipasi ada kesalahan dalam perencanaan program-program strategis daerah. “Dalam perencanaan, timnya sudah banyak. Ada yang mengawasi korupsi segala macam. Mau apalagi? Ngurus dari program saja enggak bisa,” katanya.
Menurut Gembong, perencanaan itu hanya salah satu dari sejumlah masalah yang tak bisa diselesaikan Anies dengan belasan tim yang ia bentuk. Selain perencanaan, proses pelaksanaan program juga tak terkawal dengan baik.
Pemerintahan Anies di Jakarta semakin gemuk, kata Gembong, “tapi tak produktif.”
Hal ini terlihat dari sejumlah program yang mandek dan akhirnya tak terserap. Dinas Sumber Daya Air Jakarta, yang dikomandoi oleh Teguh Hendarwan, ini memang dapat rapor merah dalam penyerapan anggaran. Berdasarkan data yang diakses Tirto dari situs publik.bappedadki.net, anggaran yang terserap baru mencapai 25,13 persen dari Rp3,27 triliun per-17 Oktober 2018.
Triwisaksana, Wakil Ketua DPRD fraksi PKS, menyampaikan seharusnya proses perencanaan bisa lebih matang sebab ketiga tim terlibat dalam penyisiran usulan anggaran. Sehingga program berjalan lancar sejak perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan. Sayangnya, hal itu tak dilakukan dengan baik oleh tim-tim yang telah dibentuk Anies.
“Kita menilainya mudah saja, dari serapan anggaran yang ada,” kata Triwisaksana. Sebagai anggota dewan, ia mengkritisi kinerja Tim Percepatan Pembangunan yang tak bisa dipantau oleh DPRD.
“Dengan dikelompokkan ke dalam tim gubernur, mendapatkan dana dari APBD, itu harusnya jauh lebih efektif karena bisa diawasi langsung oleh gubernur,” imbuhnya.
Perencanaan Buruk, Anggaran Tak Terserap
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Amin Subekti irit bicara saat dikonfirmasi terkait kinerja timnya dalam mengawal program strategis gubernur. Ia mengakui masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki di sejumlah program strategis daerah.
Salah satunya program naturalisasi sungai yang perencanaannya dipermasalahkan oleh dewan. “Ya… kita perbaiki yang belum diterima. Kita perbaiki saja,” ucapnya saat ditemui Tirto usia peluncuran program DP Nol Rupiah di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Menurut Amin, program prioritas yang dikawal oleh timnya bukan cuma naturalisasi. Ia menyebut ada 60 kegiatan strategis daerah yang tugas-tugasnya kerap bersinggungan dengan tim lain yang dibentuk gubernur.
Untuk mengawal program, dari perencanaan sampai selesai, ia juga dibantu oleh banyak staf pada masing-masing bidang. “Pokoknya ada cukup banyak kami turunkan mengelola isu-isu di lapangan. Kegiatan Strategis Daerah itu masing-masing ada yang mengawal,” katanya.
Selain itu, timnya telah mendata sejumlah masalah dalam program strategis, terutama yang membuat proses lelang terlambat dan serapan anggarannya rendah. “Yang bisa dilakukan paling gini: kalau kemarin tender itu, kan, hampir semuanya nunggu APBD disahkan, terus (dimulainya) di pertengahan tahun. Sekarang, yang kami akan push itu adalah tender-tender dilakukan pada awal tahun,” terangnya.
Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Blessmiyanda menyampaikan pihaknya sedang mendata program-program yang akan dilelang pada APBD 2019. Sehingga, setelah pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara selesai (KUA-PPAS), lelang dapat dilakukan lebih awal dan penyerapan bisa didorong lebih maksimal, menurut Blessmiyanda.
Namun, ia menekankan hal itu hanya bisa dilakukan jika proses perencanaan berjalan dengan baik. “Pada yang kurang tepat itu akan berpengaruh pada lelang, misalnya harga komponen ternyata yang di-inputberbeda dengan harga saat ini. Enggak ada penyedia yang mau,” katanya, menjelaskan.
Ia mencontohkan lelang Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di Dinas Sumber Daya Air yang berkali-kali gagal hingga anggaran tak terserap. Padahal, pembangunan IPAL merupakan salah satu kegiatan strategis yang pelaksanaannya diawasi oleh Tim Percepatan Pembangunan dan Tim Koordinasi Pembangunan Strategis Daerah.
Karena itulah, lagi-lagi, kinerja SKPD yang kini dikawal oleh berbagai tim bentukan gubernur harus lebih cepat dan optimal dalam sisi perencanaan. Dengan pengawalan dari kedua tim percepatan pembangunan dan tim anggaran pemerintah daerah, perencanaan harus sudah matang dalam pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Namun, jika sudah masuk ke pembahasan KUA-PPAS tetapi perencanaan program belum matang, penolakan anggaran akan terjadi berulang-ulang.
“Perencanaan harus dari Januari. Karena KUA-PPAS dibahas bulan April. Jadi, kalau ada salah dalam perencanaan, langsung ketahuan dan langsung diperbaiki. Kalau KUA-PPAS, kan, sudah proses politik. Itu yang membuat kita enggak bisa fight,” tandas Blessmiyanda.
Penulis : Hendra Friana