Presiden Jokowi meresmikan terowongan terpanjang di Indonesia pada Jumat (31/1) sore. Berada di kompleks bandara baru, terowongan ini menjadi bagian penting kebangkitan perekonomian di kawasan selatan Jawa.
Pembangunan Yogyakarta International Airport (YIA) menjadi program penting bagi Jokowi sejak periode pertama. Karena itu, proyek yang masih berlangsung ini relatif sering dia kunjungi meski sekadar untuk mendengar laporan kemajuan. Namun pada Jumat (31/1) lalu, Jokowi datang ke YIA untuk keperluan berbeda. Dia meresmikan terowongan jalan (underpass) terpanjang di Indonesia, yang berada di bawah kompleks YIA.
Panjang terowongan ini 1,4 kilometer, dengan lebar 7,85 meter. Biaya untuk membuatnya Rp 293 miliar. Meski bukan jalur utama di Jawa, terowongan itu penting dibuat karena rancangan masa depan dan faktor sejarah kawasan itu sendiri. Dia menjadi bagian dari jalur Pantai Selatan Jawa (Pansela).
“Ini kan ada jalan yang sudah existing, kemudian nanti ada jalur Pansela, lha ini yang Pansela.Ini kan kita tidak hanya bicara sekarang, kita bicara ke depan pulau Jawa ini akan seperti apa,” kata Jokowi menjawab pertanyaan mengapa terowongan itu harus dibuat.
Pengembangan Selatan Jawa
Bandara YIA dibangun di atas desa-desa yang penduduknya telah dipindahkan. Di tengah kawasan itu, sejak jaman Belanda telah membentang jalar lebar yang dikenal sebagai jalur Daendels. Jokowi rupanya tidak ingin menghilangkan sejarah jalur berusia ratusan tahun itu.
“Kita meresmikan terowongan terpanjang ini. Terowongan terpanjang di Indonesia, yang ini juga salah satu dari keseluruhan proyek Yogyakarta International Airport. Kita harapkan nanti bisa memberikan kontribusi, terutama peningkatan turis menuju ke Yogyakarta, ke Borobudur, Prambanan dan sekitarnya,”kata Jokowi.
Dalam keterangan resminya, Kementerian PUPR menyebut pembangunan terowongan bertujuan agar akses Jalur Nasional Pantai Selatan (Pansela) Jawa tidak terpotong. Selain dilengkapi fasilitas standar, terowongan ini juga dilengkapi peringatan suara bagi pengguna jalan agar berhati-hati, menyalakan lampu dan memenuhi batas kecepatan 40 km/jam.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan, beroperasinya terowongan mendukung Jalur Pansela sebagai alternatif Jalur Pantura yang padat lalu lintasnya dan akan menjadi jalur wisata.
“Kita terus promosikan jalur Pansela Jawa, supaya orang tertarik lewat Selatan. Karena tidak hanya jalannya yang bagus, namun juga memiliki pemandangan yang indah, panoramic road, karena banyaknya objek wisata,” kata Basuki.
Beroperasi Penuh Maret 2020
Salah satu generator ekonomi kawasan selatan Jawa yang sedang dibangun adalah Bandara YIA. Diproyeksikan, bandara ini akan mampu melayani 14 juta penumpang setiap tahun. Angka itu jauh di atas Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, yang hanya menampung 1,8 juta penumpang pertahun.
Hingga akhir pekan kemarin, ketika Jokowi sekali lagi datang meninjau, proyek YIA telah mencapai kemajuan 92 persen. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengungkap, rencananya pada 29 Maret bandara ituakan beroperasi penuh.
“Pak Presiden puas dengan progress dan kecepatannya, kerapiannya, artistiknya. Bahkan ini akan menjadi satu model kalau kita membangun bandara, contohnya di ibukota negara baru. Ini bisa jadi satu contoh,” ujar Budi Karya.
Dengan kapasitas yang tinggi, Bandara YIA diharapkan akan menjadi alternatif pendaratan bagi rute-rute yang kini memenuhi Bandara Bali. Budi Karya menyebut, slot penerbangan dari Jepang, Korea, China, Timur Tengah dan Eropa bisa dialihkan. Tujuan wisata populer di Jawa Tengah dan Yogyakarta diharapkan menjadi magnet utama.
Pemerintah tengah menyelesaikan skema transportasi pendukung dari dan menuju bandara. Dengan posisinya di selatan, Bandara YIA akan mampu melayani wilayah Jawa Timur bagian selatan, seluruh Yogyakarta, hingga ujung barat Jawa Tengah bagian selatan. Kawasan ini dihubungkan oleh Pansela yang keseluruhan pembangunannya diharapkan selesai pada 2024.
Jalur Pansela adalah jalan sepanjang pantai selatan Jawa mulai Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Kemen PUPR mencatat panjangnya 1.604 kilometer. Jalur ini dibangun kembali untuk mengurangi beban jalur Pantai Utara Jawa (Pantura).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memulai inisiatif ini dengan menjalin kerjasama lima gubernur di Jawa pada 2004. Pembangunan yang lambat di era SBY, kini digenjot penuh oleh Jokowi sejak menjabat pada 2014. Tahun 2018, Pansela sudah dipromosikan sebagai jalur alternatif arus mudik Lebaran.
Jokowi memandang penting peran Pansela bagi ekonomi Jawa di masa depan. Jalur ini antara lain akan menghubungkan Cilegon di Banten, dengan Garut dan Pangandaran di Jawa Barat, berlanjut Cilacap, Kebumen sampai Wonogori di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Pacitan, Trenggalek dan Banyuwangi di Jawa Timur.
Sejarah Panjang Pesisir Selatan Jawa
Di sejumlah kawasan, Pansela disebut sebagai jalur Daendels. Ini adalah nama asisten residen di Ambal, Augustus Derk Daendels. Ambal adalah salah satu wilayah di tepi Pansela, yang saat ini menjadi bagian dari Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dulu, Ambal adalah sebuah kabupaten tersendiri.
Menariknya, Augustus Derk Daendels adalah anak ke-11 dari 13 anak Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Tercatat dalam sejarah, HW Daendels adalah pejabat yang membangun Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan yang sekarang dikenal sebagai jalur Pantura. Bapak-anak ini rupanya begitu terobsesi dalam soal jalan, dan mengabadikan nama masing-masing melalui jalur di sisi utara dan selatan Jawa.
Menurut Ravie Ananda, sejarawan dari Kebumen, Jawa Tengah, Pansela sudah ada sejak jaman Kerajaan Pajajaran sekitar tahun 1.000 Masehi dan Majapahit pada periode sekitar tahun 1300-an. Kerajaan-kerajaan itu membuka jalan sebagai jalur pengiriman upeti dari berbagai wilayah. Kerajaan Mataram juga memanfaatkannya untuk keperluan serupa.
Jalur ini terus berkembang dan dikenal sebagai jalur Diponegoro pada tahun 1825. Selama perang melawan Belanda, Diponegoro memanfaatkan Pansela lama untuk memobilisasi gerakan pasukannya. Saat ini, banyak ditemukan makam tua prajurit Dipenogoro di desa-desa sepanjang jalur ini. Agustus Daendels rupanya ingin menutup sejarah panjang itu, dengan melekatkan namanya disana.
“Kemungkinan besar, penamaan jalur Daendels itu untuk menutupi sejarah sebelumnya. Kalau kita melihat peta-nya Raffles, di buku History Of Java, jalur lintas selatan termasuk yang disebut jalur Daedndels itu sudah ada, dan itu rute penghubung dari kerajaan kerajaan Jawa Timur, lewat selatan, sampai ke Pajajaran. Itu jalur kuno,” kata Ravie.
Dalam laporan perang yang dikirim ke Batavia, kawasan jalur ini juga sering disebut-sebut, terutama karena perlawanan Diponegoro yang sengit selama 1825-1830. Selain itu, dalam catatan Belanda, kawasan ini juga memiliki peran penting karena keberadaan setidaknya empat bandar atau pelabuhan laut.
Ravie menyebut, keempat bandar itu adalah Logending, Suwuk, dan Luk Ulo yang saat ini masuk wilayah Kebumen, dan Bandar Bogowonto yang saat ini masuk Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Jauh ke belakang, di kawasan ini juga sering ditemukan fragmen keramik dari China. Kenyataan ini, kata Ravie membuktikan peran ekonomi kawasan selatan Jawa yang bisa jadi sudah ada sebelum kawasan utara.
“Artinya sejak jaman dulu, Jawa selatan sebenarnya sudah menjadi bagian dari hubungan antar negara,” kata Ravie.
Jika saat ini Jokowi berkonsentrasi membangun Pansela dan magnet-magnet ekonomi sepanjang kawasan itu, barangkali sejarah sedang hadir kembali di Indonesia modern.
“Yang saya pahami bahwa sejarah itu sebenarnya tidak hanya catatan peristiwa, tetapi merupakan panduan. Panduan yang bisa untuk cermin kita masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Sementara sejarah itu sebenarnya siklus, perulangan-perulangan. Ketika Pak Jokowi membangun jalur selatan, sangat mungkin itu sebuah siklus bangsa ini, akan kembalinya geliat kebesaran ekonomi dari jalur selatan, seperti siklus masa lalu. Sejarah pasti berulang, karena itu memang siklus,” pungkas Ravie.
Jokowi ingin melestarikan sejarah panjang Pansela dengan memastikan terowongan mengambil tapak yang sama dengan jalur aslinya. Pada saat bersamaan, untuk masa depan, dia sepertinya ingin mengulang kejayaan ekonomi tepi Samudera Indonesia ini, yang pernah dinikmati di masa lalu. (arief tajuk dari VOA dan Ravie Ananda)