Beri Kuliah Umum di Unand, Wakapolri Tegaskan Mahasiswa sebagai Penjaga Kebhinnekaan

tajukonline.com – (15/2/2020) Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Dr Gatot Eddy Pramono MSi memberikan kuliah umum di Universitas Andalas (Unand) Padang, Jumat (14/2).

Dalam kuliah umum dengan tema ‘Persatuan Bangsa untuk Indonesia Maju’ itu Gatot Eddy mengajak mahasiswa agar lebih kritis.

Bacaan Lainnya
Wakapolri, Komjen Pol Dr Gatot Eddy Pramono MSi (foto : dok tajuk)

“Mahasiswa mesti kritis, tapi kritis dengan solusi. Bukan kritis dengan anarkis. Makanya mahasiswa, belajar, belajar dan belajar,” ujar Jenderal bintang tiga kelahiran Solok, Sumatera Barat tersebut.

Menurut Gatot Eddy, mahasiswa merupakan penjaga nilai-nilai kebhinekaan dan kemerdekaan. Tapi, kritis tersebut meski dengan solusi.

Lalu, terkait peran mahasiswa di era teknologi, menurut Gatot mahasiswa itu harus siap unggul hadapi serba kompetisi. “Jangan kalah, saya yakin lulusan akan buat lapangan pekerjaan yang baru. Jadi pekerja siap hadapi situasi,” ungkapnya.

Dikatakannya, perguruan tinggi juga harus bisa menciptakan sumber daya manusia yang hebat. Mahasiswa yang hebat tentu untuk disiapkan dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendatang.

“Tak hanya hebat, kuasai banyak ilmu, tapi juga jangan lupa jaga persatuan dan kesatuan bangsa. Jangan hebat sendiri, tapi bangsa terbelah,” katanya.

Wakapolri, Komjen Pol Dr Gatot Eddy Pramono MSi bersama civitas akademik Univ. Andalas, Padang. (foto : dok tajuk)

Sementara itu, Rektor Unand, Prof. Yuliandri menyebutkan, masalah dalam kontestasi demokrasi membuat sebagian orang menyalahkan demokrasi. Padahal, bukan sistem demokrasi yang salah.

Lalu, soal persatuan bangsa, menurut Yuliandri, saat ini Bangsa Indonesia masih sedang dalam proses uji ketahanan persatuan dan kesatuan.

“Banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi bangsa ini untuk mempertahankan persatuannya. Mulai dari persoalan ekonomi, sosial, budaya, agama, hingga masalah politik. Semuanya memiliki ujian sendiri-sendiri terhadap keutuhan bangsa kita,” jelasnya.

Dibidang ekonomi, menurutnya, sekalipun negara kita cukup mampu bertahan dalam ketatnya persaingan ekonomi global, namun lesunya perekonomian masih begitu terasa. Terutama oleh masyarakat menengah ke bawah.

“Masalah perekonomian tentunya juga akan dapat menjadi pemicu munculnya masalah persatuan. Lebih-lebih bila masalah perekonomian tersebut disertai pula dengan ketimbangan ekonomi yang mencolok,” ungkapnya.

Sementara, bidang sosial, budaya dan agama, Yuliandri menilai Bangsa Indonesia juga dihadapkan pada berbagai persoalan. “Seperti menguatnya sentimen eknik, sentimen agama dan ras. Bahasa-bahasa yang bernada rasial akhir-akhir ini sering kita dengar,” ucapnya.

Sekalipun bebeberapa masalah separatisme telah ditangani pemerintah, namun tantangan sintegarasi tetap masih bertahan. Salah satunya disponsori isu-isu yang bernuansa SARA.

Lebih lanjut, di bidang politik, menurut Yuliandri, kontestasi pemilu cenderung diwarnai dengan praktik politik yang tidak sehat dan menggunakan isu-isu yang sensitif bagi persatuan anak bangsa.

“Sesungguhnya, sistem demokrasi di mana pemilu merupakan sarana pelaksanaannya tidaklah salah. Namun sebagian manusia-manusia yang menempuh jalan perjuangan politik justru tidak mampu menjaga cita-cita mulia kehidupan politik. Sebagian mereka bahkan cenderung berpikir pragmatis ketika hendak memenangkan kontestasi,” katanya.

Ia mengatakan, cara-cara yang tidak konstruktif bagi demokrasi justru ditempuh. Kontestasi yang tidak sehat dipelihara, sehingga kepercayaan pada sistem politik demokrasi makin menurun.

“Sayangnya, yang disalahkan adalah sistem demokrasinya. Sementara perbaikan prilaku dan budaya politik justru tidak mengalami perbaikan dan kemajuan. Masalah-masalah ini sesungguhnya juga telah menggerus perekat persatuan antar anak bangsa,” ujar Guru Besar ilmu perundang-undangan tersebut. (alex tajuk)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *