Sejarah Bojonegoro Dan Nama Bupati Dari Masa Ke Masa

BOJONEGORO || TAJUKONLINE – Bojonegoro sebuah kabupaten di wilayah Jawa Timur. Letaknya di ujung barat membuatnya berbatasan dengan Kabupaten Blora di Jawa Tengah.

Sementara di bagian timur, Bojonegoro berbatasan dengan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Nganjuk, serta pada sisi selatan berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi.

Bacaan Lainnya

Kabupaten ini termasuk dalam Blok Cepu, salah satu pusat deposit minyak bumi terbesar di Indonesia. Tak heran, banyak orang yang menjuluki Bojonegoro sebagai Kota Migas.

Sebagai kabupaten dengan sumber daya alamnya yang besar, Bojonegoro juga memiliki sejarah yang panjang hingga bisa menjadi seperti saat ini. Beginilah sejarah Kabupaten Bojonegoro.

Sejarah Kabupaten Bojonegoro
Sebelum bernama Bojonegoro, kabupaten ini memiliki nama Jipang. Sempat dikuasai oleh Kerajaan Mataram hingga tahun 1677, akhirnya Kabupaten Jipang harus diserahkan kepada kompeni VOC sebab kalah dalam peperangan.

Karena kekalahannya, VOC memaksa Mataram menandatangani perjanjian politik. Perjanjian itu berisi kesepakatan bahwa Mataram harus menyerahkan wilayah di pantai utara Jawa yang dikuasai kepada VOC, dan Jipang menjadi salah satunya.

Kabupaten Jipang sebelumnya berbentuk kadipaten. Namun pada 20 Oktober 1677, pemerintah Belanda mengubahnya menjadi kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara Wetan sekaligus Bupati I bernama Pangeran Mas Toemapel.

Kabupaten Jipang memiliki pusat pemerintahan di Kecamatan Padangan. Sebab, letaknya yang berada di sisi Bengawan Solo membuat kecamatan tersebut ramai aktivitas transportasi dan perdagangan.

Atas perintah Susuhunan Pakubuwana II, di tahun 1725 Bupati Jipang ke-3 Raden Tumenggung Haria Matahun I memindahkan pusat pemerintahannya dari Padangan ke desa Rajekwesi. Bahkan sejak itu nama Kabupaten Jipang berganti menjadi Kabupaten Rajekwesi.

Mataram kemudian terpecah menjadi dua, Surakarta dan Jogjakarta Hadiningrat pada tahun 1755. Hal ini terjadi sebab belanda berhasil melakukan strategi politik devide et impera.

Rajekwesi kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Jogjakarta di periode akhir bupati ke-5 kabupaten tersebut yang bernama R. Tumenggung Hario Matahun III.

Pulau Jawa kemudian direbut oleh Inggris dari Belanda pada tahun 1811. Setahun setelahnya, Rajekwesi resmi menjadi daerah jajahan dan bupatinya ditetapkan sebagai pegawai gupermen.

Bupati Rajekwesi kala itu, R. Prawirosentiko kemudian memilih pasif di bawah jajahan Inggris. Sebab, ia tak senang dengan perubahan yang terjadi. Puncaknya, ia mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 1816, yang mana pada tahun tersebut pulau Jawa kembali ke tangan Belanda.

Kabupaten Rajekwesi kemudian terlibat perlawanan dengan Belanda saat masa Perang Diponegoro di bawah komando Raden Tumenggung Sosrodilogo, seorang pembantu terdekat Pangeran Diponegoro. Sosrodilogo bersama pasukannya menggempur satu peleton serdadu gupernemen.

Selain itu, para pejuang pembebasan ini juga membunuh penggawa Belanda serta membakar gedung-gedung pemerintahan Belanda di Rajekwesi. Sosrodilogo bersama pasukannya berhasil membebaskan Rajekwesi di tahun 1827.

Bupati yang saat itu menjabat, Raden Adipati Djojonegoro juga kocar-kacir dan kabur ke Blora, lalu kemudian berpindah ke Rembang. Sosrodilogo juga membebaskan para narapidana di Rajekwesi dan merekrut mereka menjadi pasukannya.

Kekosongan kekuasaan Rajekwesi membuat masyarakat mengangkat Sosrodilogo menjadi bupati di wilayah tersebut. Namun tak berselang lama, Residen Rembang PH Baren menerjunkan 2 ribu pasukan untuk merebut kembali Rajekwesi.

Di bawah komando Kolonen Van Griesheim, prajurit gupernemen yang berisi tentara Belanda dan ‘bumiputera’ dari Ambon, Madura, dan Halmahera berhasil mengembalikan wilayah tersebut ke tangan Belanda pada 2 Januari 1828. Kurang dari setahun menjadi bupati, Sosrodilogo terpaksa harus angkat kaki dan meneruskan perang gerilya di pedesaan dan perbukitan.

Tak berselang lama, Sosrodilogo menyerah kepada Belanda pada 3 Oktober 1828. Kemenangan itu dirayakan oleh Bupati Rajekwesi yang bernama Sosrodilogo dengan berpesta pora. Dari situlah sang bupati mengganti nama Rajekwesi menjadi Bojonegoro.

Bojonegoro sendiri berarti negara bersenang-senang atau berpesta. Diambil dari kata boja yang berarti bersenang-senang, dan negoro yang bermakna negara. Djojonegoro kemudian kembali diangkat menjadi Bupati Bojonegoro oleh pemerintah Belanda.

Daftar Nama Bupati Bojonegoro
Sejak berganti nama menjadi Bojonegoro, kabupaten ini mengalami pergantian pemimpin sebanyak 27 kali. Berikut nama Bupati Bojonegoro dari masa ke masa:

  1. R. Adipati Djojonegoro (1828-1844)
  2. R. Adipati Tirtonoto I (1844-1878)
  3. R. M. Tumenggung Tirtonoto II (1878-1888)
  4. R. M. Sosrokusumo (1888-1890)
  5. R. Adipati Aryo Reksokusumo (1890-1916)
  6. R. Adipati Aryo Kusumoadinegoro (1916-1936)
  7. R. Dradjat (1936-1937)
  8. R. Tumenggung Achmad Surjodiningrat (1937-1943)
  9. R. Tumenggung Oetomo (1943-1945)
  10. R. Tumenggung Sudiman Hadiatmodjo (1945-1947)
  11. Mas Surowijono (1947-1949)
  12. R. Tumenggung Sukardi (1949-1950)
  13. R. Sundaru (1950-1951)
  14. Mas Kusno Suroatmodjo (1951-1955)
  15. R. Baruno Djojoadikusumo (1955-1959)
  16. R. Soejitno (1959-1960)
  17. R. Tamsi Tedjo Sasmito (1960-1968)
  18. Letkol Inf (Purn.) Sandang (1968-1973)
  19. Kolonel Inf (Purn.) Alim Sudarsono (1973-1978)
  20. Drs. Soeyono (1978-1983)
  21. Drs. Soedjito (1983-1988)
  22. Drs. H. Imam Soepardi (1988-1998)
  23. Drs. H. Atlan (1998-2003)
  24. Kolonel Inf (Purn.) H. Mohammad Santoso (2003-2008)
  25. Drs. H. Suyoto, M.Si. (2008-2018)
  26. Dr. Hj. Anna Mu’awanah (2018-2023)
  27. Adriyanto, S.E., M.M., M.A., Ph.D. (2023-2024)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *